Definisi rekrutmen secara sederhana adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM). Proses pemenuhan kebutuhan SDM didalam organisasi tidak hanya melihat dari segi kuantitas atas tercapainya pemenuhan kebutuhan tersebut, namun perlu melihat segi kualitas dari proses pemenuhan agar mendapatkan calon atau kandidat yang berkompeten. Rekrutmen memiliki peran vital dalam mendapatkan SDM yang berkompeten untuk dikelola, diarahkan, dan dikembangkan sesuai dengan visi & misi organisasi.
Dalam paradigma rekrutmen, kita mengenal prinsip the right man on the right job. Prinsip tersebut secara sederhana menegaskan bahwa dalam merekrut karyawan maka harus sesuai dan cocok dengan pekerjaan/jabatan diminati/dikuasainya. Hal tersebut dilihatnya dari segi kompetensi, baik softskill maupun hardskill serta pengalaman kerja yang sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Kompetensi sendiri, menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Repubik Indonesia nomor: Kep.227/men/2003 adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan karyawan yang berkualitas, tentu saja dipengaruhi oleh sistem rekrutmen di perusahaan tersebut. Sistem rekrutmen-rekrutmen diperusahaan secara fungsional diperankan oleh Divisi SDM ataupun HR. Peran seorang HR dalam proses rekrutmen memang sangat besar. Idealnya untuk divisi HR dalam proses rekrutmen dilakukan oleh individu yang memiliki kualifikasi khusus dalam bidang rekrutmen. Fountaine (1999) menuliskan bahwa keberhasilan seseorang dalam proses rekrutmen tergantung dari akurasi terhadap pengukuran kompetensi yang dilakukan, serta penguasaan kompetensi jabatan.
Salah satu teknik pengukuran kompetensi dalam proses rekrutmen adalah metode wawancara (interview). Penggunaan metode wawancara dimaksudkan sebagai proses penggalian informasi terhadap kandidat menggunakan model komunikasi dua arah antara pewawancara dan orang yang diwawancara. Model wawancara yang dikenal dengan istilah “tradisional” merupakan paradigma lama dalam proses wawancara di tempat kerja. Tekniknya memang sangat mudah, dan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pernah melakukannya.
Paradigma modern dalam proses wawancara dikenal dengan istilah Behavioral Event Interview (BEI). BEI adalah teknik wawancara dengan cara menggali informasi mengenai perilaku seseorang yang pernah dilakukannya secara nyata. BEI akan mendorong individu tersebut untuk bercerita secara logis mengenai pengalaman yang berupa perilaku-perilaku yang pernah dilakukan. BEI merupakan teknik wawancara yang terstandar. Penggunaan teknik BEI dalam implementasinya diintegrasikan dengan standar kompetensi yang ingin diukur. Sehingga istilah BEI dikenal dengan istilah lain “competency based interview” (CBI). Obyektivitas pengukuran kompetensi menggunakan BEI didasarkan pada standar kompetensi yang disusun oleh pewawancara. Sehingga informasi yang diungkapkan oleh orang yang diwawancara merupakan bukti fakta (evidence) dari hasil wawancara dan digunakan sebagai indikator penilaian.
BEI sangat praktis digunakan didalam proses rekrutmen. Dengan menggunakan teknik BEI kita dapat melihat kompetensi individu yang pernah dilakukan. Saya mengambil satu contoh dalam wawancara untuk posisi Marketing Supervisor. Contoh pertanyaannya, “bisa anda ceritakan mengenai tugas-tugas anda sebagai marketing? Maka secara otomatis orang yang diwawancara akan bercerita panjang dan lebar, karena dari segi pengalaman dia sangat menguasai dibandingkan kita. Namun kita harus tetep fokus kepada setiap jawaban yang diungkapkan orang yang diwawancara tersebut. Kemudian untuk pertanyaan berikutnya, kita tidak perlu buru-buru berganti topik pertanyaan. Namun kita bisa ambil 1 (satu) frame dari jawaban atas tugas-tugas tadi yang dipaparkan oleh orang yang diwawancara menjadi beberapa pertanyaan detail. Saya mengambil contoh, “tadi bapak ceritakan bahwa tugas bapak adalah mengelola tim yang ada di Divisi Marketing, bisa anda ceritakan siapa saja yang ada di tim itu?bagaimana cara Bapak mengelolanya?……… dan lain sebagainya.
Kemudian bagaimana jika orang yang diwawancara ternyata belum memiliki pengalaman kerja atau seorang freshgraduate? bagaimana dia menceritakan tentang marketing? Dengan BEI kita pun bisa melihat ”potensi” yang dimiliki individu tersebut berkaitan dengan standar kompetensi yang diukur, sehingga kita dapat melakukan prediksi terhadap perilaku pada pekerjaan nantinya serta kita dapat memperoyeksikan potensinya tersebut dengan kebutuhan kompetensi jabatan. Untuk kasus diatas, yang melamar untuk posisi marketing, maka saya tidak akan pernah menanyakan yang berkaitan dengan marketing. Hal ini dikarenakan, ketika saya bertanya mengenai divisi marketing, maka yang akan muncul adalah jawaban-jawaban idealis dari orang yang diwawancara, justru nanati akan lebih mengarah kepada informasi-informasi bersifat normatif. Cukup sesekali menyanyakan tentang pembelajaran orang yang diwawancara dalam mengetahui tentang lingkup marketing dan konsep dasar marketing. Kemudian pertanyaan yang biasa dilontarkan, contohnya “pernah tidak anda terlibat dalam kepanitiaan/organisasi?bisa diceritakan?pernah tidak anda mendapatkan tugas yang anda pikir itu sangat sulit dan menantang? Dengan pertanyaan diatas maka kita bisa melihat dan mengukur kemampuan sosialisasinya, kemampuan manajemen waktnya, motivasinya, dan lain sebagainya. Teknik BEI memang sangat praktis dilakukan dalam proses rekrutmen karyawan. Namun tidak semua orang dapat melakukannya dengan efektif. Diperlukan waktu untuk belajar. Perlu kemampuan khusus untuk mempergunakan teknik BEI secara implementatif. Disamping itu juga relevansi dengan jam terbang seorang pewawancara juga sangat mendukung efektivitasnya.